TUGAS
APRESIASI SENI BUDAYA
Oleh :
1.
Lisnawati (15)
2. Michel
Nur Aini (16)
3. Monica
Dwi A. (18)
4. Triyanti
Novita S. (27)
5. Wulan
Dian P. (29)
SMP
NEGERI 20 MALANG
Tahun
ajaran 2011-2012
Johannes Rach (Kopenhagen,
Denmark, 1720–Batavia, 4 Agustus 1783) adalah seorang
pelukis Denmark
zaman Hindia-Belanda yang banyak melukis pemandangan
Indonesia. Ia lahir tahun 1720 di Kopenhagen, Denmark, anak seorang pemilik losmen. Setelah berlatih di
bawah pengawasan pelukis istana Denmark yang
bernama Wickman, Johannes bekerja sebagai pelukis gedung di Rusia, Swedia, dan istana
Denmark. Selain lukisan topografi, ia
membuat lukisan perspektif dan lukisan diam. Awal 1750-an
Johannes pindah ke Belanda. Ia bekerja sebagai pelukis di Haarlem. Bulan
April 1756 ia
menikahi Maria Wilhelmina Valenzijn. Tahun berikutnya ia mempunyai putri
yang diberi nama Christina Maria. Mungkin disebabkan karena
ketidakpuasan atas pekerjaannya di Belanda, maka Johannes pindah ke Asia tahun 1762 dan bekerja
sebagai prajurit penembak di bawah VOC. Istri dan putrinya ditinggal di Amsterdam. Dalam
perjalanannya dia membuat beberapa lukisan topografis, di antaranya adalah
lukisan Tanjung Harapan.
Di Batavia, Johannes
memiliki karier cemerlang di militer. Pada saat bersamaan bakat melukisnya
sebagai pelukis topografis semakin berkembang. Kaum elit lokal memesan
gambar-gambar rumah vila mereka di luar Batavia. Pemesan lain memesan lukisan
jalanan dan pemandangan alam. Untuk memenuhi pesanan-pesanan ini, Johannes
merekrut asisten-asisten yang bekerja menurut gaya lukisannya. Asisten-asisten
yang tidak diketahui ini kemungkinan besar yang melukis banyak lukisan yang
dilukisnya di Jawa.
Johannes dan studio lukisnya mengabadikan kota Batavia sebagaimana adanya pada
paro waktu kedua abad ke-18. Selain itu lukisan-lukisannya menggambarkan daerah
sekitar Batavia, termasuk Buitenzorg (Bogor), kota-kota pesisir utara Jawa, beberapa kota
di Sri Lanka
dan pemukiman-pemukiman VOC lainnya di Asia.
Walaupun Johannes bekerja sebagai
pelukis di negara asalnya Denmark dan di Belanda, nampaknya ia hanya membuat lukisan basah di Batavia.
Lukisan-lukisan ini dibuat dari kertas berkualitas bagus yang diimpor dari Belanda dengan kuas, tinta Tiongkok, dan air. Tidak seperti
kebanyakan artis yang bekerja padanya, Johannes langsung melukis di atas kertas
kanvas tanpa sketsa terlebih dahulu, namun
biasanya menggunakan halaman bantuan untuk membentuk sudut pandang. Ia memiliki
talenta khusus untuk menggambarkan arsitektur
pada waktu subuh dengan cahaya tropis di Batavia. Figur-figur dan pemandangan
yang ia tambahkan ke lukisannya nampaknya ditambahkan pada tahap akhir,
seringkali secara kentara untuk memperkuat komposisi gambarnya.
Johannes Rach meninggal tanggal 4 Agustus 1783 di Batavia, di
rumahnya di Roea Malakka (masih disebut
Roa Malacca saat ini). Di sana ia memiliki rumah tangga yang nyaman karena
posisinya di masyarakat, termasuk di dalamnya satu regu budak domestik, kuda dan kereta kuda.
Setelah ia meninggal, ia meninggalkan warisan yang cukup besar untuk istri dan
putrinya di Amsterdam. Johannes Rach dimakamkan di makam Gereja Belanda yang
sekarang merupakan lokasi Taman Fatahillah.
Walaupun ia merupakan anggota Gereja
Reform, namun ia meminta pastor Lutheran dan
temannya sesama pelukis gedung, Jan Brandes untuk menemaninya
di samping tempat tidurnya pada saat-saat terakhirnya. Pada zaman itu, Gereja
Lutheran dan Reform merupakan dua agama Protestan
yang berbeda. Johannes yang berasal dari Denmark yang mayoritas adalah
Lutheran, semestinya dibesarkan secara Lutheran. Ketika ia tiba di Batavia
tahun 1762, Gereja
Reform adalah satu-satunya agama resmi dan memimpin. Hanya pada akhir-akhir
hayatnya gereja Lutheran diperbolehkan (ajaran Lutheran pertama kali tiba tahun
1746). Karena kesempatan kerja untuk jemaat anggota Gereja Reform lebih banyak,
maka pendatang baru biasanya bergabung dengan Gereja Reform Belanda, meskipun
mereka dari ajaran agama yang berbeda. Karena Johannes juga melakukan hal yang
sama, hal tersebut mengindikasikan bahwa ia mementingkan karier lebih daripada
ajaran/denominasi agama, paling tidak selama ia hidup.
Hal tersebut adalah salah satu dari
sedikit aspek yang diketahui tentang diri Johannes Rach. Salah satu
kelebihannya yang lain, yang dapat dideduksikan melalui koersi, adalah keahlian
dagangnya. Johannes menggunakan posisi terpandangnya di masyarakat untuk
menjual banyak lukisannya. Dilihat dari ada beberapa kopi dari sebuah lukisan
pemandangannya, ia telah berhasil mengorganisasikan suatu prosedur standar
penjiplakan lukisannya. Salinan lukisan ini dapat disesuaikan dengan selera
pembeli dengan tambahan gambar atau warna, sesuai keinginan pembelinya. Hal
lain yang dapat dideduksikan dari lukisan-lukisannya adalah bahwa ia memiliki
selera humor. Lukisan-lukisannya kadang-kadang menggambarkan situasi karikatur,
yang pasti dianggap lucu pada saat itu, seperti prajurit yang
kencing atau pelaut
yang muntah. Lebih daripada itu tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan
Johannes Rach, apalagi pribadinya. Johannes bukanlah satu-satunya pelukis
gedung yang bekerja di Asia pada masa itu. Beberapa artis lain, biasanya
bekerja pada VOC, diketahui menggambarkan Asia yang eksotis dari sudut pandang
orang-orang Barat yang baru datang. Beberapa pelukis gedung lain, seperti Robert Jacob Gordon (1743-1795), Frederik Reimer (1796) dan Jan Brandes -
yang disebut di atas - (1743-1808), besar
kemungkinannya dikenal oleh Johannes.
Apresiasi
:
Menurut pendapat kami , karya seni
lukis oleh JOHANNES RACH sangat menawan. Karena mengandung unsur seni yang
telah mendunia. Lukisan ini menggambarkan tentang keadaan kota pada tempo
dahulu. Disana terdapat rumah-rumah penduduk dan elemen penting sebuah kota lainnya.
Walaupun hanya terlukis dengan cat hitam-putih tetapi hasil akhirnya begitu
memikat setiap mata untuk melihat dan menikmati lukisan Rach.
Lukisan
Utagawa Kuniyoshi (Jepang)
Lukisan ini merupakan lukisan
seorang seniman yang berasal dari Jepang. Ia bernama Utagawa Kuniyoshi. Walaupun
terlihat masih sederhana, lukisan Chūshingura jūichidanme yasatsu no zu
yang bertemakan peristiwa 47 Ronin
memperlihatkan usaha Kuniyoshi menggunakan teknik perspektif dari Barat.
Biografi
Kuniyoshi dilahirkan tahun 1797
sebagai putra Yanagiya Kichiemon, seorang tukang celup kain di Nihonbashi,
Edo.
Nama aslinya adalah Igusa Yoshisaburō. Nama lain yang juga digunakannya adalah
Ichiyūsai atau Chōōrō. Ia mulai memakai nama Utagawa Kuniyoshi sejak berusia 15
tahun setelah Utagawa
Toyokuni I menerimanya sebagai murid. Nama Kuniyoshi merupakan gabungan
dari nama aslinya, Yoshisaburō dan nama sang guru Toyokuni. Di antara murid
Toyokuni terdapat Utagawa
Kunisada yang juga dikenal sebagai pelukis ukiyo-e.
Setelah beberapa tahun berguru, pada tahun 1814,
Kuniyoshi mulai menerbitkan sendiri karya-karyanya. Pengetahuan melukis terus
diperdalamnya sambil membantu Kunisada, seniornya yang sudah mapan sebagai
pelukis aliran Utagawa. Lukisan seri Suikoden (Batas Air) hasil karya Kuniyoshi banyak disukai
orang. Lukisan tersebut diterbitkan tahun 1827
setelah Toyokuni meninggal.
Kuniyoshi sudah berusia lebih dari 30 tahun ketika masuk ke dalam
jajaran pelukis terkenal. Seperti juga gurunya, Kuniyoshi banyak menerima
murid. Di antara murid-muridnya terdapat Kawanabe
Kyōsai dan Tsukioka
Yoshitoshi. Kyōsai dikenal dengan pelukis "gambar-gambar
unik", sedangkan Yoshitoshi dikenal sebagai "pelukis ukiyo-e
terakhir". Kuniyoshi, 65 tahun, meninggal dunia 14 April 1861
setelah lumpuh akibat stroke di tahun 1855.
Karya
Kuniyoshi senang menggambar tokoh sejarah,
legenda, dan hikayat. Karyanya terdiri dari berbagai macam genre, mulai dari
gambar aktor kabuki (yakusha-e), gambar samurai (musha-e), gambar
wanita cantik (bijinga), lukisan pemandangan (fūkeiga), lukisan
tempat terkenal,(meisho-e) hingga gambar erotis (shunga) dan
karikatur (giga). Lukisan ukuran besar (triptika) menjadi ciri khas Kuniyoshi,
tiga lembar kertas berukuran ōban (36 x 25 cm) dijajarkan menjadi satu
untuk gambar ikan paus, kerangka manusia, hingga hantu
ukuran besar.
Kuniyoshi diketahui sangat mencintai kucing. Kucing peliharaannya banyak sekali, dan dirinya
diketahui suka menggambar sambil memeluk kucing. Sejumlah lukisan Kuniyoshi
menggambarkan personifikasi kucing (kucing bertingkah laku seperti manusia).
Bukan hanya kucing, binatang-binatang lain seperti anjing rakun, burung gereja, dan gurita juga digambarkan bertingkah laku seperti manusia.
Melalui binatang yang dilukisnya, Kuniyoshi berusaha menggambarkan keadaan
kehidupan rakyat biasa di Edo. Karyanya diperkirakan sebagai salah satu cikal
bakal manga dan gekiga.
Ciri khas lain lukisan Kuniyoshi adalah semangat bermain-main
dalam bentuk lukisan ilusi (yose-e). Sepintas lalu, bila lukisannya
diamati yang terlihat adalah wajah satu orang atau seekor binatang. Namun bila
diamati lebih lanjut, di dalam lukisan tersembunyi sejumlah wajah atau beberapa
ekor binatang sekaligus. Lukisannya sering berupa potret diri Kuniyoshi yang
dikelilingi berbagai tokoh dan hewan dari dalam imajinasinya.
Sesuai dengan gerakan Reformasi
Tenpō yang sejak 1841 melarang rakyat untuk
hidup mewah, keshogunan melarang lukisan aktor kabuki dan wanita penghibur.
Sejak pelarangan tersebut, tidak ada selembar pun lukisan aktor kabuki atau
wanita penghibur yang diterbitkan Kuniyoshi. Walaupun demikian, tidak berarti
usahanya menggambar aktor kabuki menjadi terhenti, Kuniyoshi antara lain
menyamarkan wajah aktor kabuki menjadi gambar wajah kucing, ikan dan
sebagainya.
Dalam lukisan Kuniyoshi terlihat usahanya belajar dan menyerap
pengetahuan baru. Kuniyoshi sering bergaul dengan budayawan seangkatan, seperti
Watanabe
Kazan (karō
wilayah han Tahara, ilmuwan, sekaligus pelukis) dan Shibata
Zeshin (pelukis maki-e).
Tulang kerangka manusia dalam lukisan berjudul Sōma no furudairi
diperkirakan merupakan hasil studinya dari buku-buku anatomi terbitan Barat. Walaupun terlihat masih
sederhana, lukisan Chūshingura jūichidanme yasatsu no zu yang bertemakan
peristiwa 47 Ronin
memperlihatkan usaha Kuniyoshi menggunakan teknik perspektif dari Barat.
Karya utama
- Ōyanotarō Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sōma no furudairi)
- Kelihatan menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii hito da)
- Lukisan serbuan malam, adegan ke-11 Chūshingura (Chūshingura jūichidanme yasatsu no zu)
Lukisan ukuran besar (triptika)
Ōyanotarō
Mitsukuni melawan hantu kerangka yang dipanggil Putri Takiyasha (Sōma no
furudairi)
Lukisan
Pertempuran Ujigawa (Ujigawa kassen no zu)
Hantu
Taira no Tomomori sedang mengincar Minamoto no Yoshitsune dan pengikutnya di
Daimotsu no Ura (Daimotsu no ura de Minamoto no Yoshitsune shujū o nerau
Taira no Tomomori no yūrei)
Lukisan
lain
Kelihatan
menakutkan, padahal orang yang sangat ramah (Mikake wa kowai ga tonda ii
hito da) contoh yose-e
Cerita
kepahlawanan dari Kōetsu, penguasa Echizen Honjō Shigenaga (Kōetsu yūshōden,
Honjō Echizen no kami Shigenaga)
Kucing
sedang berlatih kesenian (Neko no keiko)
Corat-coret
di dinding Nidakaragura (Nidakaragura kabe no mudagaki)
KEUNIKAN
Lukisan
ini bisa di bilang unik karena lukisan tersebut terlihat hidup, seperti nyata
dan mengandung cerita atau mendiskripsikan sesuatu. Mengandung makna dan rapi.
Warna-warna yang digunakan tidak begitu kontras senada dan enak dipandang,
menggambarkan suasana di malam hari dan menggambarkan kegiatan warga jepang
yang masih terus bekerja.
Lukisan
Karya Basuki Abdullah (Indonesia)
Biografi
Basoeki
Abdullah (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Januari 1915 – meninggal 5
November 1993 pada umur 78 tahun) adalah salah seorang maestro pelukis
Indonesia.Ia dikenal sebagai pelukis aliran realis dan naturalis. Ia pernah
diangkat menjadi pelukis resmi Istana Merdeka Jakarta dan karya-karyanya
menghiasi istana-istana negara dan kepresidenan Indonesia, disamping menjadi
barang koleksi dari berbagai penjuru dunia.
Masa muda
Bakat
melukisnya terwarisi dari ayahnya, Abdullah Suriosubroto, yang juga seorang
pelukis dan penari. Sedangkan kakeknya adalah seorang tokoh Pergerakan
Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an yaitu Doktor Wahidin
Sudirohusodo. Sejak umur 4 tahun Basoeki Abdullah mulai gemar melukis beberapa
tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus
dan Krishnamurti.
Pendidikan
formal Basoeki Abdullah diperoleh di HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo.
Berkat bantuan Pastur Koch SJ, Basoeki Abdullah pada tahun 1933 memperoleh
beasiswa untuk belajar di Akademik Seni Rupa (Academie Voor Beeldende Kunsten)
di Den Haag, Belanda, dan menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun dengan
meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).
Aktivitas
Lukisan “Kakak dan Adik” karya Basoeki
Abdullah (1978). Kini disimpan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.
Pada masa
Pemerintahan Jepang, Basoeki Abdullah bergabung dalam Gerakan Poetra atau Pusat
Tenaga Rakyat yang dibentuk pada tanggal 19 Maret 1943. Di dalam Gerakan Poetra
ini Basoeki Abdullah mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara
lain Kusnadi (pelukis dan kritikus seni rupa Indonesia) dan Zaini (pelukis
impresionisme). Selain organisasi Poetra, Basoeki Abdullah juga aktif dalam
Keimin Bunka Sidhosjo (sebuah Pusat Kebudayaan milik pemerintah Jepang)
bersama-sama Affandi, S.Sudjoyono, Otto Djaya dan Basoeki Resobawo.
Di masa
revolusi Bosoeki Abdullah tidak berada di tanah air yang sampai sekarang belum
jelas apa yang melatarbelakangi hal tersebut. Jelasnya pada tanggal 6 September
1948 bertempat di Belanda Amsterdam sewaktu penobatan Ratu Yuliana dimana
diadakan sayembara melukis, Basoeki Abdullah berhasil mengalahkan 87 pelukis
Eropa dan berhasil keluar sebagai pemenang.
Lukisan “Balinese Beauty” karya Basoeki
Abdullah yang terjual di tempat pelelangan Christie’s di Singapura pada tahun
1996.
Sejak itu pula
dunia mulai mengenal Basoeki Abdullah, putera Indonesia yang mengharumkan nama
Indonesia. Selama di negeri Belanda Basoeki Abdullah sering kali berkeliling
Eropa dan berkesempatan pula memperdalam seni lukis dengan menjelajahi Italia
dan Perancis dimana banyak bermukim para pelukis dengan reputasi dunia.
Basoeki
Abdullah terkenal sebagai seorang pelukis potret, terutama melukis
wanita-wanita cantik, keluarga kerajaan dan kepala negara yang cenderung
mempercantik atau memperindah seseorang ketimbang wajah aslinya. Selain sebagai
pelukis potret yang ulung, diapun melukis pemandangan alam, fauna, flora,
tema-tema perjuangan, pembangunan dan sebagainya.
Basoeki
Abdullah banyak mengadakan pameran tunggal baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, antara lain karyanya pernah dipamerkan di Bangkok (Thailand), Malaysia,
Jepang, Belanda, Inggris, Portugal dan negara-negara lain. Lebih kurang 22
negara yang memiliki karya lukisan Basoeki Abdullah. Hampir sebagian hidupnya
dihabiskan di luar negeri diantaranya beberapa tahun menetap di Thailand dan
diangkat sebagai pelukis Istana Merdeka dan sejak tahun 1974 Basoeki Abdullah
menetap di Jakarta.
Keterangan :
Nama Pelukis
: Basuki
Abdullah
Nama Lukisan
: Kakak dan
Adik
Media
: Kanvas
dengan cat minyak
Ukuran lukisan
: 65x79 cm
Tahun pembuatan : 1978
Aliran
: Realis
Alasan
:
Lukisan ini merupakan salah satu karya yang
menunjukkan kekuatan penguasaan teknik realis. Dengan pencahayaan dari samping,
figur kakak dan adik yang dalam gendongan terasa mengandung ritme drama
kehidupan. Dengan penguasaan proporsi dan anatomi, pelukis ini menggambarkan
gerak tubuh mereka yang mengalunkan perjalanan sunyi. Suasana itu, seperti
ekspresi wajah mereka yeng jernih tetapi matanya menatap kosong. Apalagi
pakaian mereka yang bersahaja dan berwarna gelap, sosok kakak beradik ini dalam
selubung keharuan. Dari berbagai fakta tekstual ini, Basuki Abdullah ingin
mengungkapkan empatinya pada kasih sayang dan kemanusiaan. Namun demikian,
spirit keharuan kemanusiaan dalam lukisan ini tetap dalam bingkai romantisisme.
Oleh karena itu, figur kakak beradik lebih hadir sebab idealisme dunia utuh
atau bahkan manis, daripada ketajaman realitas kemanusiaan yang menyakitkan.
Tanggapan :
Lukisan karya Basuki Abdullah ini menggambarkan kehidupan
nyata dengan warna yang menunjukkan estetika dari lukisan ini. Ekspresi yang
digambarkan pada lukisan ini pun menyiratkan nilai kemanusiaan. Ruang
alamiahnya pun menekankan nilai ekspresi, ditambah dengan bidang alamiah yang
menekankan nilai arah dan nilai gerak pada lukisan.
Lukisan lain
Lukisan ini
menggambarkan sesosok wanita yang menggunakan pakaian adat daerahnya, namun
bisa juga diartikan seorang penari wanita. Dalam gambar wanita tersebut sedang
tersenyum memencarkan kebahagiaan. Lukisan ini juga nampak lebih indah karena
sang tokoh gambar (wanita tersebut) terlihat hidup sehingga ada kesan sang
pelukis menggambar wanita tersebut agar dapat membagikan kebahagiaan yang ia (pelukis)
rasakan melalui gambar tersebut.
Dari kedua gambar hasil karya Basuki Abdullah dapat ditarik kesimpulan bahwa Basuki Abdullah ini adalah seorang pelukis yang melukis gambarnya sesuai dengan apa yang ia alami, rasakan, ataupun ia lihat. Ia juga ingin orang yang melihat lukisannya ikut merasakan apa yang ia rasakan.
Dari kedua gambar hasil karya Basuki Abdullah dapat ditarik kesimpulan bahwa Basuki Abdullah ini adalah seorang pelukis yang melukis gambarnya sesuai dengan apa yang ia alami, rasakan, ataupun ia lihat. Ia juga ingin orang yang melihat lukisannya ikut merasakan apa yang ia rasakan.
Lukisan Karya Jeong Song (Korea)
Biografi
Jeong Seon
(1676-1759) adalah pelukis dari Dinasti Joseon, Korea.Berasal dari golongan
bangsawan, Jeong Seon merupakan pelukis yang berani mendobrak kebiasaan awam
para pelukis Korea pada abad ke-17. Sampai di akhir abad ke-17, sebagian besar
pelukis Korea sangat dipengaruhi oleh gaya lukisan Cina yang terlalu
mengagung-agungkan pemandangan alam.
Jeong Seon
berkelana ke seluruh Korea untuk mencari ilham serta mempelajari alam di
sekitarnya. Gaya lukisnya berbeda dari pelukis kebanyakan dan sangat beraliran
realisme.Di antara karya besarnya adalah Geumgangsan dan Inwangsan.Jeong
bekerja di Dohwaseo (Kantor Pelukis Istana) dan sampai kini dianggap salah satu
pelukis klasik Korea yang terbaik.
0 komentar:
Posting Komentar